Langkah Kecil, Sumbangsih Besar untuk Budaya Batam
Siang itu, Selasa (12/8/2015), kapal yang membawa Dr. Vivienne Wee perlahan merapat di Pelabuhan Internasional Batam Center. Dengan tas ransel di punggung dan beberapa pasang baju sebagai bekal, antropolog asal Singapura itu menjejakkan kaki di Kota Batam, Bandar Madani. Teriknya matahari tak menghalangi langkahnya. Justru, senyum dan semangatnya kian terpancar karena ia datang dengan satu tujuan: berbagi ilmu dan memperkaya khazanah Museum Batam.
Sosok di Balik Jejak Penelitian Budaya
Dr. Vivienne Wee bukan sosok biasa. Ia adalah antropolog, peneliti, sekaligus Direktur Manajer Ethnographica Limited—perusahaan konsultan sosial dan budaya di Singapura. Puluhan tahun ia mendedikasikan diri untuk menulis buku dan jurnal, terutama tentang Orang Laut dan etnik Melayu di Riau, Singapura, dan Malaysia.
Mengupas Koleksi Museum Batam
Kehadirannya di Batam atas undangan resmi Museum Batam Raja Ali Haji. Tujuannya jelas: membantu pendokumentasian deskripsi koleksi museum. Sebanyak 20 koleksi ditelaah oleh para ahli, termasuk Dr. Vivienne, yang memberikan penjelasan detail tentang sejarah dan makna di baliknya.
Koleksi tersebut beragam, mulai dari Rebab, Kompang, Surat Keputusan Penetapan Kota Batam, Pakaian Dinas Wali Kota, Klenang, Biola, Erhu, Motif Sulam, Jam Dinding, Ketapel, Yoyo, Pakaian Adat Melayu, Telepon Kaleng, hingga guci, cepuk, teko, piring logam, dan buli-buli.
Cerita di Balik Koleksi Pilihan
Beberapa koleksi menjadi fokus Dr. Vivienne.
-
Erhu – alat musik gesek asal Tiongkok ini menjadi saksi sejarah migrasi masyarakat Tiongkok ke Nusantara melalui Laut Tiongkok Selatan.
-
Yoyo – permainan tradisional yang tak hanya populer di Kepulauan Riau, tetapi juga di Inggris, Skotlandia, Prancis, India, Korea, dan Jepang. Ia mengungkap asal-usul nama serta jejak perjalanannya lintas benua.
-
Ketapel/Lastik – senjata sederhana yang bisa mematikan, digunakan untuk berburu burung, hewan kecil, atau bahkan melukai manusia.
-
Telepon Kaleng – alat komunikasi akustik sederhana yang idenya sudah diuji Robert Hooke pada 1667, jauh sebelum Alexander Graham Bell menemukan telepon modern.
Kolaborasi Lintas Bidang
Tak hanya Dr. Vivienne, acara ini juga menghadirkan Muhammad Zen, praktisi budaya Melayu asal Kepulauan Riau. Ia membedah detail pakaian adat pengantin laki-laki dan perempuan khas Melayu. Semua materi direkam oleh tim kreatif Kuma, agensi yang didirikan Thatit Dhewangga pada 2023.
Melangkah ke Hari Berikutnya
Pada hari pertama, enam materi berhasil direkam dari dua narasumber. Selama tiga hari berikutnya, Museum Batam akan melanjutkan proses ini bersama para ahli lainnya untuk mendokumentasikan 16 koleksi berharga yang tersisa. Dengan cara ini, setiap benda di museum bukan hanya tersimpan, tetapi juga diceritakan kembali agar generasi mendatang dapat memahami dan menghargai warisan budaya Batam.(nata)